PGRI: Kualitas Pendidikan Indonesia Belum Membanggakan

PGRI: Kualitas Pendidikan Indonesia Belum Membanggakan. Pendidikan/Ilustrasi



Jika menggunakan indikator mutu pendidikan yang disepakati secara internasional.


JAKARTA, idnews.co -  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan, kualitas pendidikan Indonesia belum membanggakan berdasarkan indikator mutu pendidikan yang disepakati secara internasional. Dilihat dari tujuan bernegara dalam kontitusi pun yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, pencapaian pendidikan Tanah Air masih jauh panggang dari api.


"Jika kita menggunakan indikator mutu pendidikan yang disepakati secara internasional, kualitas pendidikan  Indonesia masih belum membanggakan," ujar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi dalam siaran persnya untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional 2021, Ahad (2/5).


Dia menyebutkan, jika melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini berdasarkan statistik secara kuantitas memang menakjubkan. Terdapat capaian yang luar biasa dalam kesempatan akses pendidikan.


Namun, berdasarkan Human Development Index (HDI), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), serta Programme for International Student Assessment (PISA), peringkat Indonesia berada pada posisi menengah bawah hingga rendah. Indikator itu menunjukkan, masih terlalu banyak pekerjaan rumah di sektor pendidikan yang harus diselesaikan bangsa Indonesia.


Unifah menerangkan, lebih memprihatinkan lagi kalau kualitas pendidikan Indonesia dilihat dari sisi karakter. Masih marak terjadi korupsi yang bahkan dilakukan mulai dari kalangan milenial, penggunaan narkoba yang meluas, tawuran, kekerasan, hingga pelanggaran lalu lintas yang dianggap lazim.


Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan masih ada yang harus diluruskan dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia. Menurut Unifah, parahnya lagi nasionalisme pun mulai memudar di sebagian kalangan.


"Tanpa nasionalisme kita akan melihat pembangunan fisik secara nyata namun tidak bisa membedakan antara "pembangunan Indonesia" yang murni karya, dan modal anak bangsa dan "pembangunan di Indonesia" yang dimodali asing dan dimiliki asing," kata dia.


Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei ini, PGRI mengimbau seluruh pihak menundukkan kepala, merenung, dan instrospeksi atas situasi pendidikan saat ini. Apakah sudah sesuai dengan impian, harapan, dan cita-cita Ki Hadjar Dewantara atau tidak.


Introspeksi ini penting untuk melihat kembali dasar-dasar pendidikan yang ditanamkan Bapak Pendidikan Nasional itu. Ki Hadjar Dewantara sudah mengajarkan orientasi bangsa yang sangat jelas dan futuristik.


PGRI menilai, pendidikan Indonesia justru mengalami kemunduran. Sebab, pemerintah terlalu sibuk membahas masalah-masalah administratif pendidikan, mulai dari kurikulum, penggunaan anggaran, sistem evaluasi dan kelulusan, dana bantuan sekolah, dan berbagai persoalan lainnya.


"Pendidikan dikerdilkan menjadi sekadar akademis atau intelektualitas semata. Sementara rohnya pendidikan, hakikat pendidikan kita lupakan," tutur Unifah.


Dia mengingatkan agar semua pihak tidak menyalahkan guru dalam kondisi seperti ini karena sangat keliru. Menurutnya, sejak awal guru "dijebak" dalam persoalan administratif serta dikejar target kurikulum yang sangat menguras tenaga.


Misalnya, guru harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM), dan melakukan analisis hasil ulangan (AHU) yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Belum lagi guru harus menyusun silabus, membedah kisi-kisi soal ujian tengah semester (UAS) serta masih banyak hal administratif lainnya yang menyita waktu dan menguras tenaga.


Di sisi lain, kesejahteraan guru dan peningkatan mutu guru melalui pelatihan periodik masih kurang diperhatikan secara serius. Padahal, kesejahteraan guru menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah.


Selain itu, masih marak kebijakan pendidikan yang menimbulkan kegaduhan, penyusunan peta jalan pendidikan yang pragmatis, dan bukan mencerminkan tentang pandangan sebagai bangsa dalam mengantisipasi pendidikan masa depan. Perhatian kepada guru juga masih sangat minim, khususnya guru di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T).


"Persoalan kesejahteraan dan kualitas yang jauh tersentuh, menunjukkan sudah saatnya ada pembenahan serius di dunia pendidikan kita.Di masa pandemi ini, permasalahan pendidikan bertambah serius," kata Unifah.


sumber: republika.co.id

Lebih baru Lebih lama