Megawati-Prabowo dan Peluang Koalisi 2024


Megawati dan Prabowo saat peresmian patung Bung Karno menunggang kuda di kantor Kemhan. ©2021 Foto: dok PDIP




JAKARTA, iDNews.co - Peresmian patung Bung Karno yang sedang menunggang kuda pada Minggu (6/6) menjadi momen pertemuan yang kesekian kali antara Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto. Keakraban mantan pasangan capres dan cawapres 2009 itu begitu jelas terlihat. Suara-suara mendorong keduanya maju di Pilpres 2024 kembali bergaung.


Dilansir dari laman merdeka.com menulis, Bertepatan dengan Ulang Tahun Bung Karno ke-120, Kementerian Pertahanan meresmikan sebuah patung Presiden Soekarno menunggang kuda. Menhan Prabowo bercerita, Bung Karno berlatih selama 3 hari demi bisa memimpin upacara angkatan perang dengan berkuda.


"Patung ini adalah ketika Presiden Soekarno sebagai panglima tertinggi kita yang pertama pada hari angkatan perang yang pertama yaitu 5 Oktober 1946 di Yogyakarta menjadi inspektur upacara. Dan waktu itu sebagai inspektur upacara sebagaimana tradisi waktu itu, para pimpinan tentara meminta kesediaan beliau untuk menjadi inspektur upacara di atas kuda," tutur Prabowo.


"Kita mengetahui sejarah bahwa pada saat itu Bung Karno jarang naik kuda tetapi karena beliau sadar peran beliau sebagai panglima tertinggi akhirnya beliau latihan hanya 3 hari dan kemudian bersedia menjadi inspektur upacara di atas kuda," ujarnya.


Megawati mengamini cerita itu dan mengaku mendengar dari ibunya, Fatmawati, bagaimana Bung Karno panik karena tidak pernah berkuda.


"Pada waktu itu saya dengar ceritanya dari ibu saya, sangat panik karena seperti apa yang dikatakan tidak tahu bagaimana menunggang kuda," kata Megawati.


"Karena sebagai presiden pada waktu itu, ini menurut cerita ibu saya, maka beliau minta untuk dicarikan kuda yang jinak, jadi tidak dapat saya bayangkan dengar cerita ibu saya itu bagaimana seorang panglima tertinggi kudanya itu jinak, tentunya seharusnya garang menurut saya," kenang Megawati.


Selama acara berlangsung, Megawati dan Prabowo tampak sangat hangat berbincang diselingi senyum sesekali. Chemistry keduanya tampak natural. Bahkan, saat Megawati akan memberikan sambutan di podium, Prabowo yang semula akan duduk kembali ke kursinya, kembali berdiri dan mendampingi Megawati berdiri di belakangnya.


Kabar terbaru, Megawati akan dianugerahi gelar profesor kehormatan oleh Universitas Pertahanan. Penyerahan gelar itu akan digelar di Aula Merah Putih, Unhan, Kawasan IPSC Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/6). Unhan adalah universitas khusus yang kelahirannya dibidani oleh Kemhan di era Presiden SBY.


Ketua Umum PDIP itu akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Kepemimpinan Strategis Pada Masa Kritis" yang isinya adalah berbagai kebijakan Megawati saat menjadi presiden dalam menghadapi krisis multidimensi.


Pilpres 2024 dan Peluang Prabowo-Puan


Kedekatan Megawati-Prabowo memunculkan penilaian potensi koalisi di Pilpres 2024. Bahkan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menyebut kemungkinan Prabowo maju Pilpres bersama PDIP.


"Hubungan kita yang baik dengan PDIP, hubungan Pak Prabowo yang baik dengan Ibu Mega saya kira saudara-saudara semua sudah tahu, sejak beliau belum ditetapkan sebagai Menteri Pertahanan. Dan sampai sekarang hubungan itu baik tidak ada masalah dan itu menjadi sebuah kemungkinan adanya peluang untuk dimungkinkannya Pak Prabowo maju bersama PDIP," ujar Muzani kepada wartawan di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (27/5).


Sontak, pernyataan Muzani ini disambut berbagai spekulasi kemungkinan koalisi PDIP dan Gerindra. Apakah Megawati akan berduet dengan Prabowo, atau PDIP rela mengalah dengan menyiapkan Puan Maharani sebagai cawapres, meski PDIP adalah satu-satunya partai yang bisa mencalonkan pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024.


Ucapan Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul yang bicara soal kans Puan di Pilpres 2024 menggambarkan duet Prabowo-Puan menjadi salah satu alternatif.



Dalam sebuah rekaman suara yang beredar, Bambang Pacul mengibaratkan Puan seperti teh botol Sosro di ajang pilpres.


"Teh botol sosro, apa pun makanannya Puan Maharani wakilnya, siapa pun calon presidennya wakilnya PM (Puan Maharani). Kita punya partai sendiri kok. Punya golden ticket, mencalonkan sendiri saja bisa, kita minta wakil masa tidak bisa," ujarnya dalam rekaman itu.


Lantas, bagaimana menilai peluang duet Megawati-Prabowo atau Prabowo-Puan ini terwujud?


Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, PDIP dan Gerindra sudah memantapkan diri untuk 'seiman' dalam urusan politik kebangsaan dan politik elektoral. Di periode kedua Jokowi, lanjut dia, nyaris tidak ada sikap politik Gerindra yang berseberangan dengan PDIP.


"Urusan politik elektoral kan sudah banyak anasir di mana kedua partai ini akan maju bersama. Bukan hanya soal kemesraan, tapi penegasan Ahmad Muzani yang bilang kemungkinan Prabowo bakal diusung PDIP, itu cukup terbuka," ujarnya.


Soal patung Bung Karno, Adi melihat, semakin menegaskan kemesraan dan chemistry yang sudah terbangun lama antara Gerindra dan PDIP. "Di situlah sebenarnya batu bata konsolidasi politik kedua partai ini dimulai. Makanya saya sebut Gerindra dan PDIP sudah memantapkan diri sebagai dua partai yang seiman dalam urusan politik kebangsaan dan elektoral 2024," ujarnya.


Menurut Adi, yang menjadi tugas besar kedua partai adalah simulasi pasangan yang akan diusung. "Opsi yang paling kencang itu Prabowo Puan. Itu yang ditangkap publik belakangan. Sehari dua hari ini muncul dari Mega-Pro, pendukungnya Mega dan Prabowo mengusulkan supaya Mega berpasangan kembali dengan Prabowo. Ada juga opsi-opsi lain tapi tidak dominan. Yang dominan belakang ini, ya itu. Prabowo-Puan dan Mega-Prabowo," jelas Adi.


Dari kedua simulasi pasangan itu, Adi mengatakan peluang menang cukup terbuka untuk Mega-Prabowo. Karena dua ketua umum ini bisa mengendalikan partainya masing-masing. "Coba cek kecenderungan partai politik saat ini. Semuanya sami'na wa atho'na, tiarap. Dan tak ada yang berani melawan keputusan politik PDIP kan. Yang didukung sepenuhnya oleh Gerindra. Menutup segala-galanya," ujarnya.


"Megawati sejauh ini, bisa mengendalikan seluruh kekuatan politik di negara ini. Terutama partai politik koalisi pemerintahan. Ditambah dukungan penuh dari Gerindra, saya kira banyak yang tidak akan berkutik. Karenanya, kalau Megawati ingin jadi presiden, Prabowo jadi wakil, dua-duanya mau dengan komposisi itu, bukan enggak mungkin pasangan ini akan menang," imbuhnya.


"Cuma kan pertanyaannya apakah Mega dan Prabowo mau lagi? Tapi kalau Ketua Umum partai sudah berkehendak dan mau. Jadi itu barang." tukasnya.


Menanti Tokoh Berelektabilitas Tinggi


Sementara Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, jika duet Megawati-Prabowo terwujud, kaderisasi di PDIP dan Gerindra akan mandek.


"(Wacana) Mega-Prabowo ini sangat mengganggu. Itu sama saja megawati membunuh kaderisasi di dalam partainya sendiri, apalagi ada Puan Maharani. Mega-Prabowo saya pikir ini simulasi yang sulit terwujud dan hampir tak mungkin. Megawati dan PDIP pasti ingin ada regenerasi juga, sama saja Megawati membunuh langkah politik Puan kalau tetap ngotot maksa maju pada pilpres 2024," ujarnya.


Pangi menilai, PDIP sebagai partai yang rasional tentu punya kalkulasi dan hitung-hitungan politik yang terukur. Soal duet Prabowo-Puan, Pangi tidak yakin apakah PDIP mau menjadi cawapres. "Ini kan ada gengsi parpol juga, partai pemenang pemilu dan sekelas partai papan atas hanya sebagai cawapres. Saya enggak yakin PDIP mau sebagai cawapres," ujarnya.


Sebagai partai berkuasa dan bisa mencalonkan sendiri, PDIP tegas Pangi, punya daya tawar tinggi untuk memperjuangkan posisi capres. "Tapi saya masih yakin partai akan ditaklukkan oleh realitas elektoral. Partai akan beramai-ramai meminang calon yang elektabilitasnya leading atau moncer. Sekarang kita lihat belum ada elektabilitas tokoh dari ketum parpol, menteri dan kepala daerah yang menonjol melewati angka 30 persen. Itu artinya akan sangat dinamis perkembangan dan pertumbuhan elektoralnya," jelasnya.


Di sisi lain, kata Pangi, pilpres itu tidak hanya soal elektabilitas calon, modal dan tiket tapi ada juga modal kapabilitas dan modal integritas. Sosok Ganjar Pranowo, menurut Pangi akan menjadi pesaing kuat Puan. "Karena pilpres masih jauh, maka tren elektabilitas Ganjar dan Puan akan selalu dipotret dinamika dan pertumbuhan tren elektoralnya. PDIP effect atau Ganjar effect," ujarnya.


Sementara di kubu Gerindra, Pangi menyebut, Prabowo effect lebih kuat ketimbang Gerindra dalam hal elektoral. Efek Prabowo maju pilpres bisa menjadi limpahan elektoral bagi kenaikan elektabilitas Gerindra.


Hal itulah yang dilihat Pangi dari sosok Ganjar. "Kalau Ganjar saya melihat termasuk kuat efeknya. Buktinya pemilih Jokowi 2019 sekarang mereka berlabuh beramai-ramai memilih Ganjar. Dalam data survei Voxpol ada sekitar 72 persen pemilih Jokowi sekarang memilih Ganjar," pungkasnya.

 [*Redaksi]



Lebih baru Lebih lama