Kembali Ditangkap KPK, Emosi Mantan Bupati Talaud tak Stabil

Terdakwa kasus dugaan suap paket pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019, Sri Wahyumi Maria Manalip menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/9/2019).                           Foto: Antara/Rivan Awal Lingga


Penangkapan berkaitan dengan perkara dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi pasar.


 JAKARTA, idnews.co -  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap mantan bupati Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM). dikutip dari republika.co.id


Dia kembali ditetapkan sebagai tersangka suap meski baru keluar penjara usai menjalani dua tahun masa tahanan di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.


Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengungkapkan, bahwa saat ini tersankga penerima suap itu tengah berada dalam kondisi emosi yang tidak stabil. Dia mengatakan, SWM menolak hadir dalam konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka.


"Saat ini (Sri Wahyumi) ada di Rutan KPK dengan keadaan emosi yang tak stabil," kata Ali Fikri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (29/4).


Ali mengatakan, SWM baru saja menghirup udara bebas dari Lapas Tangerang pada Rabu (28/4) lalu. SWM mendekam di lapas tersebut karena terbukti menerima suap.


"Semalam yang bersangkutan sudah keluar dari Lapas wanita Tangerang untuk perkara yang pertama," katanya.


Sementara, perkara yang kali ini menjerat SWM merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo tahun 2019.


 Kasus tersebut telah menetapkan SWM sebagai tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum tetap.


Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menjelaskan, perkara bermula saat SWM kerap melakukan pertemuan di rumah dinas dan rumah pribadinya dengan sejumlah ketua kelompok kerja (Pokja) pengadaan barang dan jasa sejak dilantik sebagai bupati kepulauan Talaud. 


SWM juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang.


Tersangka itu lantas memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan dalam proses lelang. SWM diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung.


SWM kemudian memerintahkan para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.


"Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp 9,5 miliar," kata Karyoto.


Atas perbuatannya, tersangka SWM disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Lebih baru Lebih lama