Ini Penjelasan Mengenai Kegiatan Ibadah Haji Tahun 2025 Di Kementerian Agama Sulut

“Versi LSM RAKO dan Kemenag Sulut mengenai tanggapan dana hibah, rekrutmen petugas haji, hingga maskapai penerbangan".

Kakanwil Kemenag Sulut, Hi.Ulyas Taha dan Ketua LSM Rako Sulut, Arianto Nanga, (foto istimewa)

IDNEWS.CO, SULUT,- Setiap tahun, Ratusan Calon Jamaah Haji dari Sulawesi Utara bersiap menunaikan Rukun Islam Kelima dengan penuh harap dan semangat Spiritual.


Namun di balik gegap gempita persiapan Ibadah Suci itu Tahun ini, muncul bayang-bayang ketidakberesan dalam pengelolaan Dana Publik yang menyertai perjalanan para Tamu Allah tersebut.


Lembaga Swadaya Masyarakat RAKO (Rakyat Anti Korupsi) angkat bicara. Ketua umumnya, Harianto Nanga, menyampaikan kekhawatiran serius terhadap penggunaan dana hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara maupun dari sejumlah pemerintah Kabupaten/Kota.


Dana tersebut antara lain digunakan untuk mensubsidi transportasi jamaah dan membiayai operasional petugas Haji Daerah (PHD).


“Ini bukan sekadar persoalan administratif. Dana hibah adalah amanat rakyat. Maka penggunaannya harus tunduk pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jika dana itu tidak sampai ke tangan yang tepat atau digunakan untuk hal yang tidak semestinya, maka itu bentuk pengkhianatan terhadap publik,” ujar Harianto tegas, saat ditemui di Kantor LSM RAKO, pekan lalu.


Menurut data yang dikumpulkan RAKO dari sejumlah daerah, terdapat indikasi bahwa petugas Haji Daerah hanya menerima sekitar 50 persen dari nilai anggaran yang semestinya mereka terima. Sisanya? Belum jelas ke mana mengalirnya.


Harianto menyebutkan, “Kami sedang menghimpun dokumen dan bukti. Jika perlu, ini akan kami bawa ke ranah hukum. Kami tak akan diam melihat praktik seperti ini terus terjadi.”


Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, dana hibah dari APBD hanya boleh disalurkan kepada pihak yang jelas legalitasnya, dan harus dipertanggungjawabkan melalui laporan keuangan serta hasil kegiatan. Dalam Pasal 14 disebutkan bahwa hibah harus digunakan sesuai peruntukannya dan tidak boleh mengandung unsur keuntungan pribadi.


Arianto juga menjelaskan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan hibah daerah memang masih menjadi titik lemah dalam sistem birokrasi keuangan.


“Penggunaan dana hibah harus memenuhi tiga prinsip dasar, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Sayangnya, dalam banyak kasus, pengawasan dari legislatif maupun Inspektorat Daerah masih sangat lemah. Kadang lebih banyak bersifat administratif daripada substantif,” jelasnya.


Ia juga mengingatkan bahwa jika benar petugas haji hanya menerima separuh dari hak mereka, maka itu bisa dikategorikan sebagai penyimpangan anggaran yang patut ditindak oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika ditemukan unsur pidana.


Isu lain yang mencuat adalah proses rekrutmen petugas haji yang dinilai masih bersifat tertutup dan penuh unsur kedekatan. Dalam pengamatan RAKO, tak jarang nama-nama petugas yang terpilih berasal dari kalangan tertentu yang ‘itu-itu saja’.


“Kami tidak anti terhadap tokoh masyarakat atau ASN, tapi ketika proses seleksi tidak terbuka dan tidak jelas parameternya, maka ini membuka ruang nepotisme Ditambah lagi ada indikasi pungutan liar berkedok administrasi,” ungkap Harianto.


LSM RAKO mendesak agar Kementerian Agama dan pemerintah daerah membuat mekanisme rekrutmen petugas haji yang objektif dan berbasis merit, termasuk menggunakan sistem daring yang bisa diakses oleh publik secara luas.


Kritik lain yang dilontarkan adalah soal pengadaan jasa transportasi udara untuk jamaah haji. Harianto menyebutkan bahwa maskapai penerbangan yang ditunjuk tidak melalui mekanisme lelang terbuka.


“Informasi yang kami terima menyebutkan adanya penunjukan langsung terhadap maskapai tertentu, termasuk Lion Air yang tahun lalu pernah bermasalah,” ungkapnya.


Padahal, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara tegas mengatur bahwa setiap pengadaan di atas ambang batas tertentu wajib melalui lelang terbuka demi menjamin persaingan sehat dan harga yang wajar.


“Kalau yang ditunjuk adalah maskapai dengan catatan buruk pelayanan, itu bukan hanya soal administrasi, tapi menyangkut kenyamanan dan keselamatan jamaah,” tambah Harianto.


Pelaksanaan ibadah haji memang bukan sekadar urusan ibadah. Pihaknya juga menyentuh aspek tata kelola, etika publik, dan pemanfaatan anggaran negara. Dalam konteks ini, transparansi bukan hanya idealisme, tetapi kebutuhan mendesak.


Harianto dan timnya di RAKO berkomitmen terus mengawal hal ini. Mereka sedang menyusun laporan investigatif yang rencananya akan dikirim ke Ombudsman RI, Kementerian Dalam Negeri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.


“Harapan kami sederhana, jadikan pelaksanaan ibadah haji sebagai cermin integritas penyelenggara Negara. Jangan biarkan anggaran publik dicemari kepentingan sempit,” pungkas Harianto.


Di sisi lain, masyarakat kini menanti respons konkret dari pemerintah daerah dan kantor wilayah kemenag sulut. Apakah kritik ini akan menjadi bahan evaluasi serius atau hanya angin lalu yang berulang setiap musim haji?.


Sementara itu saat awak media memintai tanggapan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulut, Drs. Hi. Ulyas Taha, M.Pd, menjelaskan bahwa, Kementerian Agama tidak pernah menerima dana hibah haji dari pemerintah Provinsi.


"Yang benar itu adalah Pemerintah Provinsi memberikan dana untuk perjalanan lokal kepada Jamaah Haji Sulut, Kami tidak boleh menerima dana sesuai prosedur harus langsung diserahkan jadi statmen itu tidak benar," ungkap Ulyas Taha, tadi Malam lewat komunikasi melalui handphone seluler.


Dirinya juga menjelaskan kembali, mengenai keberadaan Petugas Haji Daerah dibiayai oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota asal dari Petugas Daerah, sudah sesuai mekanisme yang berlaku tanpa pandang bulu tidak ada masalah sama sekali.


"Sebenarnya Saya berharap segala sesuatu harusnya perlu di kroscek langsung ke kantor, agar berita begini tidak membangun opini liar dari masyarakat. Jujur Kami tidak anti kritik sebab peran LSM sangat dibutuhkan bagian dari kontrol publik namun harus sesuai fakta jangan hoaks," jelasnya.


Seraya menambahkan kembali, begitu juga berkembang katanya pengrekutan Petugas Haji tidak transparan dan itu-itu saja petugasnya.


"Sementara seleksinya sesuai dengan petunjuk Surat Keputusan (SK) Direktur Jendral Pelaksana Haji dan Umroh Kementerian Agama Pusat, jadi dimana ketidak profesionalnya coba buktikan mana petugas haji itu-itu saja?. Rekrutmen harus berpengalaman dalam penanganan haji tidak boleh orang baru dan sudah teruji sebelumnya," tandas Ulyas.


Lebih jauh lagi Ia menerangkan kembali, begitu pula menyangkut penunjukan maskapai penerbangan (pesawat) dari Manado ke Embarkasi Balikpapan, telah melalui mekanisme yang berlaku dengan mengundang para penyedia jasa penerbangan.


" Mereka memasukan penawaran dan itu ada tiga maskapai yakni, Garuda Air lines, Sriwijaya dan Lion Air. Hasil seleksi pilihan kepada Lion Air karena memberikan penawaran yang paling murah disesuaikan dengan kemampuan jamaah haji, Kalau harus Kami ambil maskapai lainnya harga tiketnya mahal tentu membebani para jamaah ujung-ujungnya ribut lagi," tutup Ulyas Taha.


(Yudi barik)
















Lebih baru Lebih lama