Keadilan dan Kepedulian Harus Berjalan Seiring: Polisi Tangkap Remaja Penyerang Aktivis di Bitung

"Bukan Sekadar Penindakan: Polres Bitung Tegaskan Negara Wajib Hadir Mencegah Kekerasan Sejak Akar".

Tersangka bersama barang bukti kini di amankan oleh polres Bitung,(foto istimewa)

IDNEWS.CO,HUKRIM, Polres Bitung,- Setelah sempat menyulut kegelisahan publik dan menyebar luas di berbagai platform media sosial, kasus penyerangan brutal terhadap Raynaldi Ilyas menemui titik terang.


Peristiwa penyerangan yang terjadi pada Jumat dini hari, 25 April 2025, di kawasan bawah jalan tol Kelurahan Pateten Satu, Kota Bitung, sempat menimbulkan kekhawatiran mendalam, bukan hanya karena kekerasan fisik yang dialami korban, tetapi juga karena indikasi meningkatnya eskalasi tindakan kriminal di wilayah tersebut yang menyasar warga sipil secara acak.


Dalam keterangan resmi yang disampaikan kepada media, pihak Polres Bitung mengonfirmasi bahwa pelaku yang telah berhasil diamankan adalah seorang remaja laki-laki berusia 18 tahun berinisial DS, yang sehari-hari diketahui bekerja sebagai buruh harian.


DS ditangkap pada Jumat, 2 Mei 2025, oleh Tim Patroli Tarsius Presisi di bawah pimpinan Aipda Angky Koagow, setelah melalui proses pelacakan intensif berdasarkan informasi lapangan dan pengumpulan barang bukti yang mengarah pada identitas tersangka.


Dari hasil pemeriksaan awal, DS mengakui bahwa ia melancarkan serangan terhadap korban menggunakan senjata panah wayer dalam kondisi pengaruh alkohol berat, disertai tekanan psikis akibat persoalan rumah tangga yang tengah membelitnya, suatu alasan yang menggarisbawahi kompleksitas persoalan sosial yang kerap menjadi latar belakang tindakan kekerasan jalanan.


Kapolres Bitung, AKBP Albert Zai, S.I.K., M.H., melalui Kasi Humas Polres Bitung, Iptu Abdul Anggay, menyatakan bahwa meskipun pelaku masih tergolong remaja dan bertindak dalam kondisi tidak stabil secara emosional, proses hukum tetap harus ditegakkan demi menjamin rasa keadilan bagi korban serta menciptakan efek jera terhadap perilaku menyimpang serupa yang mungkin terjadi di kemudian hari.


Namun demikian, pihak kepolisian juga menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam menangani kasus ini, mengingat pelaku merupakan bagian dari kelompok usia yang rentan terhadap pengaruh lingkungan negatif, termasuk konsumsi minuman keras dan tekanan sosial-ekonomi yang tidak tertangani secara layak oleh sistem.


“Dalam setiap upaya penegakan hukum, kami tidak semata-mata melihat pelaku sebagai objek hukuman, tetapi juga sebagai individu yang mungkin terperosok dalam lingkaran problematika kehidupan yang tidak ia pahami dan tidak mampu ia kendalikan sendiri. DS adalah remaja yang terpeleset oleh tekanan rumah tangga dan kehilangan kontrol akibat miras. Ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi kita semua—bahwa sistem perlindungan sosial harus hadir lebih awal sebelum kejahatan terjadi,” ungkap Iptu Abdul Anggay dengan nada tegas namun reflektif.


Pelaku kini dijerat dengan Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana penganiayaan, serta Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur secara ketat larangan kepemilikan senjata tajam atau senjata pelontar yang membahayakan nyawa manusia.


Proses penyidikan akan terus berjalan dengan mengedepankan asas transparansi dan akuntabilitas, agar publik dapat melihat bahwa aparat penegak hukum hadir bukan hanya sebagai penjaga ketertiban, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak sipil yang kerap diabaikan dalam hiruk-pikuk wacana keamanan.


Dalam pernyataannya yang lebih luas, pihak kepolisian juga menyoroti pentingnya peran komunitas dalam mencegah terjadinya kekerasan, khususnya di kalangan remaja dan kelompok rentan lainnya, dengan memperkuat jaringan komunikasi sosial, membuka ruang konseling publik, dan mempererat sinergi antara lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, serta aparat negara.


“Kami tidak ingin masyarakat hanya mengenal polisi ketika terjadi kejahatan. Kami ingin dikenal sebagai sahabat dalam menghadapi tekanan hidup.


Jangan ragu untuk berbicara ketika Anda terhimpit masalah. Jangan jadikan kekerasan sebagai saluran pelampiasan.


"Negara ini, dengan segala keterbatasannya, tetap hadir untuk melindungi, mendengar, dan merangkul,” tutur Iptu Abdul Anggay dalam penutupan konferensi persnya.


Kasus penyerangan terhadap Raynaldi Ilyas, yang sebelumnya dikhawatirkan sebagai bentuk represi terhadap kebebasan sipil, kini menjadi refleksi serius bagi pemerintah daerah dan aparat keamanan bahwa setiap tindakan kekerasan, betapapun personal dan acaknya, tidak boleh diremehkan, karena selalu menyimpan dimensi sosial yang lebih dalam.


Tentang kegagalan sistem dalam menyerap jeritan diam masyarakat, tentang luka batin yang dibiarkan membusuk dalam sunyi, dan tentang absennya ruang dialog yang manusiawi di tengah pusaran ketidakpastian hidup.


(Yudi barik)

Lebih baru Lebih lama