"Lapas Dibobol dari Dalam: Modus Baru Narkoba Terkuak di Kota Bitung".
![]() |
Para tersangka serta barang bukti saat diamankan oleh tim satresnarkoba polres Bitung, (foto humas polres bitung) |
IDNEWS.CO, HUKRIM, Polres Bitung,- Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Bitung kembali menunjukkan taringnya dalam perang melawan peredaran narkotika.
Kali ini, jaringan peredaran sabu yang melibatkan seorang narapidana aktif berhasil dibongkar. Sebanyak 44 paket sabu berhasil diamankan, bersama tiga pelaku di luar penjara, serta satu pengendali utama yang tengah menjalani hukuman 26 tahun penjara.
Langkah pengungkapan dimulai pada Selasa (29/4/2025), sekitar pukul 18.30 Wita.
Tim Satresnarkoba Polres Bitung menerima laporan masyarakat terkait aktivitas mencurigakan seorang pria di pusat Kota Bitung yang diduga kuat menyimpan narkotika jenis sabu.
Laporan itu tidak dianggap enteng. Di bawah komando Kasat Resnarkoba IPTU Trivo Datukramat, S.H., M.H., tim segera bergerak melakukan penyelidikan dan pengumpulan data lapangan (pulbaket).
Sekitar pukul 21.30 Wita, seorang pria berinisial RT alias Chaki (24 tahun), warga Kompleks Kombos, Kelurahan Bitung Tengah, Kecamatan Maesa, berhasil diamankan.
Dalam penggeledahan dan pemeriksaan ponsel, petugas menemukan bukti percakapan melalui aplikasi WhatsApp yang kuat mengindikasikan adanya transaksi sabu. Dari sini, mata rantai jaringan mulai terkuak.
Keesokan harinya, Rabu (30/4/2025) pukul 14.45 Wita, tim melanjutkan pengembangan dan menangkap RA alias Emond (28 tahun), seorang nelayan yang berdomisili di Kelurahan Bitung Timur, Kecamatan Maesa.
Lagi-lagi, bukti digital dari ponsel RA mengungkap percakapan tentang pemesanan sabu. Yang mengejutkan, transaksi dilakukan dengan seseorang berinisial RM alias Ambi — seorang narapidana yang saat ini sedang menjalani hukuman 26 tahun penjara di Lapas Kelas IIB Bitung.
Dugaan bahwa seorang napi mengendalikan jaringan sabu dari balik jeruji besi menjadi fokus penyelidikan berikutnya.
Tak lama berselang, sekitar pukul 17.45 Wita, polisi kembali mengamankan seorang perempuan berinisial RP alias Ika (29 tahun) di rumahnya di Kompleks Tinombala, Kelurahan Pateten Dua, Kecamatan Aertembaga.
Dari penggeledahan di lokasi tersebut, tim menemukan 44 paket sabu yang dibungkus dalam plastik bening dan disembunyikan dalam dompet kecil.
Hasil interogasi menguatkan dugaan keterlibatan RM sebagai otak distribusi. RP mengaku sabu itu adalah milik RM dan dititipkan kepadanya untuk diedarkan bila ada pesanan dari luar lapas.
Dengan bukti yang semakin kuat, tim Satresnarkoba segera berkoordinasi dengan Kalapas dan KPLP Lapas Kelas IIB Bitung.
Tim masuk ke area tahanan dan langsung menggeledah kamar RM. Meski tidak ditemukan narkotika di lokasi, interogasi tetap dilakukan terhadap RM.
Setelah pemeriksaan, seluruh tersangka dan barang bukti diamankan ke Polres Bitung untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Berikut daftar lengkap tersangka dan peran masing-masing dalam jaringan ini:
RT alias Chaki (24 tahun) – Buruh harian, bertugas sebagai kurir. Merupakan mantan narapidana kasus pencabulan.
RA alias Emond (28 tahun) – Nelayan, juga bertindak sebagai kurir. Tercatat sebagai mantan narapidana kasus pelanggaran Undang-Undang Kesehatan.
RP alias Ika (29 tahun) – Belum bekerja, berperan menyimpan dan mengedarkan sabu atas perintah dari RM.
RM alias Ambi – Narapidana kasus narkotika yang sedang menjalani hukuman 26 tahun. Berperan sebagai pemilik sabu dan pengendali utama jaringan dari dalam Lapas.
Yang lebih mencengangkan, berdasarkan keterangan IPTU Trivo, RM dan RP baru saja melangsungkan pernikahan sehari sebelum penangkapan RP dilakukan.
Pernikahan tersebut diduga menjadi strategi kamuflase untuk memperkuat kerja sama mereka dalam peredaran sabu.
Barang bukti yang diamankan 44 paket narkotika jenis sabu dalam plastik bening, 1 buah sedotan plastik putih, 1 korek api warna kuning, 1 unit HP Samsung warna pink, 2 unit HP OPPO (merah dan biru), serta 1 dompet kecil warna merah.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 114 Ayat (1) Jo Pasal 112 Ayat (1) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman hukuman maksimal adalah pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati, tergantung peran dan tingkat keterlibatan masing-masing pelaku.
Terbongkarnya keterlibatan seorang narapidana sebagai pengendali peredaran narkotika dari balik penjara kembali menyoroti lemahnya pengawasan di Lapas.
Bagaimana mungkin seorang napi mampu mengatur distribusi sabu melalui jaringan luar dengan bantuan perangkat komunikasi? Apakah ada kelalaian atau justru pembiaran sistematis?.
Pertanyaan ini menjadi pekerjaan rumah serius bagi instansi terkait, termasuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan pengelola Lapas Kelas IIB Bitung.
(Yudi barik)