PT Sukanda Djaya Dihantui Dugaan Pelanggaran Regulasi, Sertifikat Laik Operasi Diduga Tak Dimiliki

"SLO Tak Terdeteksi, PT Sukanda Djaya Disorot Soal Kepatuhan terhadap Standar Keselamatan".

PT.sukanda djaya, (foto idnews.co)

IDNEWS.CO, MINUT,- Sorotan tajam kini diarahkan kepada PT Sukanda Djaya, sebuah perusahaan ternama di sektor distribusi dan pengolahan makanan, setelah muncul dugaan serius terkait ketiadaan Sertifikat Laik Operasi (SLO) pada sejumlah fasilitas pendukung operasional mereka.


Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah genset yang digunakan dalam kegiatan produksi harian.


Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 14/PRT/M/2015, keberadaan SLO bukan sekadar formalitas administratif.


Dokumen tersebut merupakan indikator legal bahwa sebuah bangunan beserta perangkat pendukungnya telah memenuhi standar teknis yang menjamin keselamatan kerja, kesehatan lingkungan, dan kelayakan fungsi secara menyeluruh.


Informasi awal yang dihimpun dari hasil investigasi lapangan mengindikasikan adanya kejanggalan dalam kelengkapan dokumen perizinan perusahaan.


Ketidakjelasan status SLO yang semestinya wajib dimiliki untuk operasional genset maupun struktur bangunan produksi, membuka peluang bahwa PT Sukanda Djaya beroperasi di luar batas kepatuhan terhadap regulasi teknis yang berlaku.


Jika benar terbukti, pelanggaran ini dapat berbuntut pada sanksi administratif dari otoritas terkait, termasuk teguran keras, denda, hingga potensi pembekuan izin usaha.


Lebih jauh, ketiadaan sertifikasi laik operasi bukan hanya mencerminkan kelalaian administratif, namun juga menyimpan potensi bahaya laten bagi keselamatan tenaga kerja dan lingkungan sekitar.


Standar teknis yang diabaikan bisa berdampak pada kerusakan fasilitas, kebakaran, atau pencemaran lingkungan — skenario yang tentunya harus dicegah sedini mungkin.


Upaya klarifikasi dari awak media terhadap pihak perusahaan pada Senin (3/6) sayangnya tidak membuahkan hasil.


Sesuai dengan agenda yang sebelumnya telah disepakati, tim jurnalis dijadwalkan bertemu perwakilan Human Resource Department (HRD) PT Sukanda Djaya pada pukul 10.00 WIB.


Meskipun tim mengalami keterlambatan sekitar satu jam, harapan untuk tetap melangsungkan wawancara masih dijaga.


Namun, setibanya di lokasi, justru manajer bernama Decky Potuh yang muncul menggantikan pihak HRD.


Alih-alih memberikan tanggapan atas pertanyaan substansial yang diajukan, Ia menyarankan agar pertemuan dijadwalkan ulang.


Alasannya, perusahaan tengah mempersiapkan rapat internal penting, serta mensyaratkan adanya surat resmi dari lembaga atau instansi terkait sebagai dasar pertemuan.


"Kami datang sesuai janji, memang terlambat satu jam, tetapi tetap berniat baik untuk mendapat klarifikasi. Sayangnya, bukan penjelasan yang kami terima, melainkan permintaan untuk kembali di lain waktu dengan syarat tambahan,"ujar salah satu jurnalis yang enggan disebutkan namanya.


Situasi tersebut menimbulkan kesan kuat bahwa perusahaan cenderung menutup diri dari pengawasan publik.


Minimnya keterbukaan informasi, terutama terkait kelengkapan perizinan, menambah daftar panjang pertanyaan publik atas kepatuhan korporasi terhadap regulasi negara.


Apalagi, sebagai pelaku usaha besar di sektor pangan, tanggung jawab sosial dan legalitas operasional seharusnya dijaga dengan penuh integritas.


Merespons perkembangan tersebut, pihak media menyatakan komitmennya untuk terus menggali informasi dan menindaklanjuti konfirmasi yang belum terealisasi.


Publik pun mendesak agar Kementerian PUPR serta lembaga pengawasan terkait segera turun tangan melakukan audit lapangan terhadap fasilitas produksi milik PT Sukanda Djaya.


Langkah ini dinilai krusial untuk memastikan apakah perusahaan benar-benar telah menjalankan operasional sesuai dengan standar keselamatan dan tata kelola bangunan yang diwajibkan oleh undang-undang.


(Yudi barik)





   

Lebih baru Lebih lama