"Ultimatum LSM AMTI, Kami bakal demo Polda Sulut, kantor Gubernur dan DPRD Jika tidak ada tindakan keras".
![]() |
Ketua LSM AMTI Pusat, Tommy Turangan, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, MITRA,- Ratatotok, Wilayah Kaya Mineral di Kabupaten Minahasa Tenggara, kini berubah menjadi “Daerah tak Bertuan”.
Aktivitas Tambang Emas Tanpa Izin (PETI) terus beroperasi secara terang-terangan. Sianida, Zat Kimia beracun yang dilarang dijual bebas, justru tersedia seperti Komoditas Pasar.
Ironisnya, semua ini terjadi di depan mata aparat penegak hukum, yang justru memilih bungkam.
Ketua LSM Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI), Tommy Turangan, mengecam keras sikap diam dan diduga ‘tumpul ke atas’ aparat keamanan di wilayah hukum Sulawesi Utara.
“Aparat penegak hukum sepertinya tak punya nyali. PETI bebas beroperasi. Sianida dijual terbuka. Tapi tidak ada satu pun pelaku yang diproses hukum. Ini adalah bentuk nyata pembiaran sistemik,” tegas Turangan kepada IDNEWS.CO, dalam wawancara beberapa waktu lalu.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di Ratatotok, penambangan emas ilegal berlangsung nyaris tanpa kendala.
Sejumlah lokasi yang ditengarai sebagai pusat aktivitas PETI, seperti kawasan Gunung Potolo, Lobu, Soyowan, bahkan wilayah Pasolo, Taman Raya, Alazon, Nibong, Nona Hoa, Holan, Ogus, serta Batu Glas, dipenuhi lubang-lubang tambang yang dikerjakan secara brutal tanpa izin lingkungan, tanpa kajian AMDAL, dan tanpa perlindungan bagi masyarakat sekitar.
Namun yang lebih memprihatinkan, menurut Turangan, adalah peredaran sianida—bahan kimia yang sangat beracun dan dilarang untuk dijual bebas tanpa pengawasan ketat dari negara. Faktanya, sianida diperdagangkan seperti barang sembako di Ratatotok.
“Sianida adalah racun. Tapi anehnya, di Ratatotok justru bisa dibeli dengan mudah. Ini gila. Polisi tahu, pemerintah tahu, tapi semua diam,” ujar Turangan lantang.
Dampak dari pembiaran tambang ilegal tidak hanya mencederai hukum, tapi telah memicu krisis ekologis di Ratatotok.
Ribuan hektare hutan kini rusak parah, aliran sungai yang dahulu jernih kini berubah menjadi saluran limbah beracun, Jalan dipenuhi Debu dikhawatrikan warga akan mengalami penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Pemandangan sungai utama di wilayah Ratatotok dan sekitarnya akan tercemari logam berat dan zat kimia berbahaya. Sayangnya jika demikian harusanya ada tindakan konkret dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, atau Pemerintah Daerah untuk melakukan mitigasi atau investigasi.
“Jika terus dibiarkan, maka kita tidak hanya kehilangan sumber daya alam. Kita akan kehilangan generasi,” ujar Turangan dengan nada prihatin.
Pertanyaan besar pun muncul lanjut Turangan, siapa sebenarnya aktor di balik kekebalan para penambang ilegal ini? Mengapa aparat tak bergerak, meskipun bukti pelanggaran terpampang nyata?.
Turangan menduga kuat adanya kolusi antara oknum aparat penegak hukum dengan para cukong tambang ilegal.
Ia menegaskan bahwa tambang emas ilegal tidak mungkin bisa berjalan lancar tanpa dukungan kekuatan besar di belakangnya—baik dari dalam institusi hukum maupun dari elite politik lokal.
“Kalau aparat serius, satu minggu bersih. Tapi faktanya, tahun berganti, tambang ilegal makin menggila. Artinya apa? Ada yang lindungi. Ini bukan lagi dugaan, tapi "skandal,” kecam Turangan.
Selain kerusakan lingkungan, negara dirugikan dalam jumlah besar. Menurut estimasi AMTI, kerugian akibat tidak masuknya pajak, royalti, dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari PETI di Ratatotok mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah per tahun.
Di sisi lain, para pelaku tambang ilegal disebut-sebut mengantongi keuntungan kotor mencapai miliaran rupiah per bulan.
“Yang kaya cuma cukong dan mafia. Negara buntung, rakyat buntung, hukum pun bunuh diri,” ucap Turangan.
Merasa tidak ada itikad baik dari pemerintah dan aparat, AMTI memberi ultimatum terbuka.
Mereka siap menggerakkan aksi unjuk rasa besar-besaran di Sulawesi Utara maupun di Jakarta, jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan hukum yang jelas terhadap para pelaku PETI dan peredaran sianida ilegal.
“Jika perlu, kami akan duduki Kantor Gubernur, Polda Sulut, DPRD Provinsi, hingga kementerian di Jakarta. Kami tidak akan berhenti sebelum ada penindakan nyata,” tandas Turangan dengan nada serius.
Sementara itu AMTI mendesak lewat beberapa Tuntutan terhadap pemerintah serta aparat antara lain:
1. Kapolda Sulut segera membentuk Tim Khusus Anti PETI di Ratatotok.
2. Gubernur Sulut dan Bupati Mitra untuk turun langsung menutup lokasi tambang ilegal.
3. Kementerian ESDM dan KLHK wajib melakukan audit lingkungan dan penindakan hukum.
4. Bareskrim Mabes Polri diminta mengusut kemungkinan praktik suap dan perlindungan oknum aparat terhadap mafia tambang.
5. Satgas Penegakan Hukum Terpadu dibentuk untuk menangani Ratatotok sebagai kasus nasional.
Kondisi Ratatotok hari ini adalah potret suram dari lemahnya negara dalam menjaga hukum, lingkungan, dan hak hidup masyarakat.
Ketika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka ketidakadilan akan tumbuh menjadi kejahatan struktural. Ratatotok bukan hanya soal tambang, ini soal keberanian negara, mau hadir atau terus lari?.
(Yb)