Ketua LSM AMTI Pusat, Tommy Turangan: "Potret Buram Ratatotok, Lingkungan Rusak, Hukum Tumpul, Siapa Peduli?".
![]() |
Ketua LSM AMTI Pusat, Tommy Turangan saat berbincang dengan pemerintah, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, MITRA, RATOTOK,- Kawasan Ratatotok di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, kini berada di ambang kehancuran Ekologis.
Tambang Emas Ilegal dan penggunaan zat berbahaya seperti sianida diduga berlangsung secara terang-terangan tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan ketat dari pihak berwenang.
Dampaknya bukan hanya kerusakan lingkungan, tapi juga ancaman kesehatan bagi warga sekitar.
Pertanyaannya, mengapa praktik merusak ini terus berlangsung bertahun-tahun tanpa penindakan tegas? Siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana nasib lingkungan serta masyarakat sekitar jika hal ini terus dibiarkan?.
Pantauan IDNEWS.CO di lapangan menemukan fakta-fakta mengkhawatirkan. Hutan lindung di sekitar Ratatotok mulai gundul akibat penebangan liar yang diduga dilakukan untuk membuka lahan tambang.
Sungai-sungai yang dulunya menjadi sumber air bersih warga kini berubah keruh, berbau kimia, dan ditengarai mengandung sianida, sebuah zat yang sangat mematikan jika masuk ke rantai makanan manusia.
Bahkan, menurut informasi dari warga setempat, penggunaan sianida dalam proses pengolahan emas dilakukan secara sembarangan.
Limbah berbahaya itu dibuang begitu saja ke tanah dan aliran sungai tanpa pengolahan limbah sesuai standar.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 101 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sianida tergolong dalam limbah kategori B3 yang wajib dikelola secara ketat karena berpotensi menyebabkan keracunan akut pada manusia dan kerusakan ekosistem secara permanen.
Namun, dalam praktiknya di Ratatotok, tidak ditemukan adanya fasilitas pengolahan limbah B3 sebagaimana diatur undang-undang. Semua limbah dibuang liar.
Ketua LSM Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI) Pusat, Tommy Turangan, dalam wawancaranya menyatakan bahwa seluruh aktivitas pertambangan di wilayah Ratatotok tidak memiliki izin resmi. Artinya, tambang-tambang tersebut beroperasi secara ilegal.
“Dokumen legal tambang-tambang di Ratatotok tidak jelas. Tidak ada Izin Usaha Pertambangan (IUP), tidak ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tidak ada izin lingkungan. Ini murni ilegal. Tapi kenapa dibiarkan bertahun-tahun?," ujar Turangan geram, Selasa (8/7/2025) Pagi tadi.
Turangan juga mengatakan kembali, Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
"Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, sesuai kewenangan otonomi daerah, bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha yang ada di wilayahnya. Namun hingga kini belum ada tindakan nyata berupa penutupan tambang ilegal atau rehabilitasi lingkungan," tegasnya.
Dia juga mengatakan lagi, Kepolisian Daerah Sulawesi Utara serta Polres Minahasa Tenggara memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum.
Namun anehnya, tak satupun pengusaha tambang ilegal atau pelaku lapangan yang diproses secara hukum. Masyarakat menduga kuat adanya praktik kongkalikong atau “setoran keamanan” yang membuat aktivitas ilegal tersebut kebal hukum.
"Dampak tambang ilegal ini bukan hanya pada kerusakan lingkungan, tapi juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat Ratatotok," tutur Turangan.
Sementara itu beberapa warga yang bekerja sebagai penambang terjebak dalam siklus pekerjaan dan ketergantungan terhadap pengusaha tambang ilegal. Anak-anak di wilayah itu kehilangan masa depan yang layak karena terpapar lingkungan beracun.
"Potensi longsor, banjir bandang, dan pencemaran tanah menjadi ancaman nyata dalam waktu dekat. Tanah yang rusak dan hutan yang gundul tidak mampu lagi menahan air hujan. Sementara itu, sungai yang tercemar berpotensi menyebabkan wabah penyakit menular," jelasnya.
Bukan itu saja lanjut Turangan, belakang ini informasi juga berkembang ternyata belum lama aparat kepolisian Polsek Ratatok pernah menyita empat unit excavator.
Kejadian tersebut kata Turangan terjadi sekitar tanggal (15/5/25) lalu, dimana aparat menangkap tersangka JG alias Jun bersama barang bukti tersebut. Kuat dugaan Jun kerap melakukan kegiatan penambangan secara ilegal.
" Anehnya ternyata tersangka Jun justru dibebaskan, bahkan lebih parah lagi barang bukti berupa empat excavator ikut menghilang juga. Dimana sih kinerja kepolisian harusnya tegas dan keras punya prinsip dong jangan hanya karena iming-iming lain justru lemah," tegas Turangan.
Lebih jauh lagi Turangan mengatakan, bahwa dari data yang ada begitu banyak pelaku tambang ilegal bermain disana.
" Pemilik lahan tambang ilegal itu kurang lebih 16 bos-bos yang ada kemungkinan besar masih banyak lagi bisa saja ada 50 orang, dan itu bebas mengeruk lahan tanpa peduli dengan kondisi dampak negatifnya," sindir Turangan.
" Ternyata 9 areal mulai dari Pasolo, Taman Raya, Alazon, Nibong, Nona Hoa, Holan, Soyoan, Ogus dan Batuglas. Lokasi inilah jadi tempat penambangan ilegal bahkan bertahun-tahun mereka mengambil hasil emas tanpa memiliki izin sama sekali sangat ironis," ungkap Turangan.
Bahkan kata Turangan lagi, sangat jelas melanggar aturan sesuai dengan Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Begitu juga Undang-undang Nomor.3 Tahun 2020 tentang Minerba.
" Peraturan Menteri Nomor.101 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Limbah B3, Peraturan Pemerintah Nomor. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, semua regulasi itu seperti hanya menjadi tumpukan kertas tanpa implementasi nyata di Ratatotok," sesal Turangan.
Situasi ini tidak bisa lagi hanya ditangani oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didesak untuk segera turun tangan melakukan, Penutupan total seluruh tambang ilegal.
"Penindakan tegas kepada pelaku usaha dan pejabat yang melindungi aktivitas ilegal. Rehabilitasi hutan dan aliran sungai yang rusak. Jika situasi terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka Ratatotok hanya tinggal menunggu waktu menjadi zona mati, baik secara ekologis maupun sosial," tambah Turangan.
Ketika lingkungan sudah rusak parah dan bencana terjadi, siapa yang akan bertanggung jawab?.
Masyarakat berharap negara hadir untuk menghentikan kerusakan ini.
Tidak cukup hanya dengan wacana, tapi dengan tindakan nyata yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan keselamatan rakyat.
(Yudi barik)