"Transparansi Retribusi Kebersihan GPI Dipertanyakan Publik".
![]() |
Foto istimewa |
IDNEWS.CO, MANADO,- Kawasan Perumahan Griya Paniki Indah (GPI), Kecamatan Mapanget, kembali menjadi sorotan Publik.
Tumpukan sampah kian hari semakin menggunung di sudut-sudut Permukiman. Bau menyengat menyeruak hingga mengganggu kenyamanan Warga.
Kondisi tersebut memantik keresahan mendalam karena pungutan retribusi kebersihan terus ditarik setiap bulan, sedangkan pelayanan nyaris tak mencerminkan profesionalitas.
Sejak pengelolaan sampah di GPI dialihkan ke Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Manado pada tahun lalu, harapan warga untuk mendapatkan pengelolaan modern pupus.
Armada pengangkut hanya beroperasi sekali dalam sepekan. Sampah rumah tangga pun menumpuk di depan rumah, menimbulkan kesan lingkungan kumuh.
“Petugas rajin menagih setoran, tetapi truk sampah hanya datang seminggu sekali. Warga yang dirugikan,” tegas Simon, penduduk GPI, Selasa (2/9/2025).
Keluhan serupa dilontarkan tokoh masyarakat setempat. Ia menilai Perumda Pasar lebih menitikberatkan pada pemasukan daripada pelayanan publik.
“Fokus hanya pada pungutan, sementara kualitas pengelolaan makin merosot. Warga kehilangan hak atas layanan dasar,” ungkapnya.
Lebih jauh, terkuak fakta mengejutkan. Perumda Pasar kerap memanfaatkan truk sampah milik pemerintah kecamatan untuk melayani kawasan GPI.
Armada tersebut sejatinya diperuntukkan bagi kebutuhan wilayah administratif kecamatan, bukan disewakan untuk kepentingan pihak ketiga.
Seorang sopir mengaku menerima bayaran Rp75 ribu setiap kali pengangkutan. Praktik tersebut menimbulkan kejanggalan serius, sebab biaya bahan bakar dan perawatan kendaraan ditanggung pemerintah kecamatan.
Artinya, aset daerah dipakai untuk kepentingan bisnis tanpa regulasi jelas.
Dari data yang berhasil dihimpun, retribusi kebersihan di GPI bukan angka kecil. Dengan jumlah kepala keluarga yang terus bertambah, estimasi pemasukan menembus ratusan juta rupiah setiap tahun.
Besaran dana tersebut setara dengan biaya operasional beberapa unit truk sampah lengkap dengan tenaga kerja.
Namun, laporan keuangan menunjukkan kontribusi Perumda Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado masih minim. Situasi ini menimbulkan dugaan adanya kebocoran manajemen atau pola pengelolaan tanpa akuntabilitas.
“Pendapatan besar, pelayanan minim. Ada persoalan serius dalam tata kelola retribusi kebersihan,” ujar salah satu sumber internal.
Minimnya keterbukaan Perumda Pasar memicu tanda tanya masyarakat. Ke mana aliran dana retribusi bermuara? Mengapa layanan tak berbanding lurus dengan pungutan?.
Pertanyaan itu menggema di kalangan warga yang merasa diperlakukan sebagai obyek pungutan semata, bukan subyek penerima layanan.
“Pemerintah kota harus segera turun tangan. Jangan biarkan warga terus menanggung beban,” desak Simon.
Fenomena di GPI menegaskan adanya krisis manajemen dalam tubuh Perumda Pasar. Pelayanan publik mestinya berdiri di atas asas akuntabilitas, transparansi, serta keberpihakan pada masyarakat.
Jika retribusi hanya diperlakukan sebagai ladang pendapatan tanpa pengembalian manfaat, maka keberadaan perusahaan daerah patut dipertanyakan.
Kini sorotan publik tertuju pada langkah pemerintah kota, Apakah akan menutup mata, atau segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Perumda Pasar? Masyarakat menunggu jawaban nyata, bukan sekadar janji.
(Yudi barik)