"Aktivis sulut, Jefry Sorongan katakan: Abaikan police line adalah penghinaan terbuka terhadap institusi polri".
![]() |
Lokasi tambang yang menjadi permasalahan, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, HUKRIM, MITRA,- Upaya Penegakan Hukum terhadap Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Wilayah Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Provinsi Sulawesi Utara, kembali menjadi bahan perbincangan Publik setelah Garis Police Line yang dipasang oleh Aparat Kepolisian tidak diindahkan oleh para Pelaku Tambang ilegal yang tetap melanjutkan aktivitas Mereka tanpa hambatan berarti.
Lokasi pertambangan ilegal yang terletak di kawasan Limpoga Ratatotok tersebut, sebelumnya telah menjadi target penindakan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sulut, dengan langkah awal berupa pemasangan garis polisi sebagai simbol larangan melakukan aktivitas di area yang sedang dalam proses penyelidikan hukum.
Bahkan, aparat juga telah melakukan penyitaan terhadap satu unit alat berat Excavator yang digunakan untuk kegiatan penambangan liar.
Namun ironisnya, upaya penegakan hukum tersebut justru terkesan hanya formalitas di mata publik, lantaran aktivitas pengerukan material tambang di lokasi yang sama masih terus berlangsung seakan tidak tersentuh oleh ketegasan aparat.
Kondisi mencengangkan ini diperparah dengan kemunculan seorang individu berinisial DY, yang diketahui bernama Donald Yusak, diduga memiliki hubungan kedekatan dengan pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara serta unsur pimpinan di jajaran Polda Sulut.
Berdasarkan informasi yang beredar luas di kalangan masyarakat dan aktivis lingkungan, Donald Yusak disebut-sebut secara terang-terangan menurunkan alat berat jenis Excavator Caterpillar ke lokasi Limpoga, dengan tujuan melanjutkan aktivitas penambangan emas secara ilegal, meskipun kawasan tersebut telah berada di bawah pengawasan hukum.
Sikap sewenang-wenang yang dipertontonkan oleh Donald Yusak ini memunculkan persepsi di tengah masyarakat bahwa hukum di Sulawesi Utara seakan hanya berlaku bagi mereka yang tidak memiliki akses kepada kekuasaan, sementara individu yang berada dalam lingkaran elite kebal terhadap proses penegakan hukum.
Fenomena tersebut turut memunculkan pertanyaan tajam dari publik mengenai peran serta pemerintah dan aparat, dalam menghentikan aktivitas PETI yang sudah masuk dalam tahap penyelidikan resmi.
Masyarakat menilai, lemahnya penindakan justru semakin memperlemah wibawa institusi Polri di mata publik.
Aktivis lingkungan hidup, Jeffrey Sorongan, dalam pernyataan resminya menyampaikan keprihatinan mendalam atas terjadinya praktik pembiaran terhadap aktivitas penambangan ilegal di Ratatotok.
Menurutnya, pengabaian terhadap keberadaan Police Line yang dipasang aparat merupakan bentuk nyata pelecehan terhadap institusi kepolisian serta penghinaan terhadap supremasi hukum di Indonesia.
“Ketika Police Line dipasang namun pelaku tambang ilegal tetap beroperasi di lokasi tersebut, maka hal itu merupakan tindakan yang secara terang-terangan mencoreng marwah institusi Polri dan merendahkan supremasi hukum yang seharusnya dijunjung tinggi,” tegas Sorongan, saat memberikan pernyataan ke awak media, Senin (5/8/25) Siang tadi.
Sorongan menambahkan, selain aspek hukum yang tercederai, keberlanjutan aktivitas PETI di Ratatotok juga membawa dampak kerusakan lingkungan yang sangat serius. Ancaman bencana longsor, pencemaran sungai, dan kerusakan ekosistem lokal menjadi risiko nyata yang akan ditanggung oleh masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Desakan keras kini dialamatkan kepada Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie untuk segera mengambil langkah konkret yang bersifat penindakan hukum secara menyeluruh, tanpa pandang bulu terhadap individu atau kelompok yang diduga terlibat dalam aktivitas PETI di Ratatotok.
Masyarakat menilai, hanya dengan tindakan tegas dari pucuk pimpinan kepolisian daerah, praktik pertambangan liar yang selama ini dibiarkan berlangsung dapat dihentikan secara efektif.
Situasi yang terjadi di Ratatotok mencerminkan dilema besar dalam penegakan hukum di Indonesia, di mana simbol-simbol hukum seperti Police Line hanya menjadi ornamen semu, apabila tidak diiringi dengan sikap tegas dan konsisten dari aparat penegak hukum di lapangan.
(TIM)