"Hak Jawab Diabaikan, Kasat Lutfi Arinugraha Ancam Tempuh Jalur Hukum".
![]() |
Kasat reskrim polres mitra, AKP Lutfi Arinugraha, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, HUKRIM, MITRA,- Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Minahasa Tenggara, AKP Lutfi Arinugraha, akhirnya angkat bicara menghadapi pemberitaan miring yang menuding dirinya terlibat dalam praktik Pertambangan Ilegal di wilayah Hukum Kabupaten Minahasa Tenggara.
Pernyataan resmi tersebut disampaikan pada Jumat (5/9/25) melalu telpon seluler.
Lutfi menegaskan bahwa tuduhan terhadap dirinya sama sekali tidak benar. Ia menyebut pemberitaan tanpa dasar hukum hanya menciptakan opini negatif yang merugikan nama baik pribadi sekaligus mencoreng integritas institusi kepolisian.
“Pemberitaan merugikan saya secara pribadi. Saya tidak pernah terlibat, bahkan tidak pernah menerima sepeser pun keuntungan dari kasus yang dipersoalkan,” ujar AKP Lutfi dengan nada tegas.
Isu mencuat setelah satu unit ekskavator hilang dari lokasi penyimpanan. Ekskavator tersebut sebelumnya telah diamankan oleh aparat Polres Minahasa Tenggara sebagai barang bukti dari penindakan terhadap dugaan aktivitas tambang tanpa izin.
Ketika keberadaan ekskavator dipertanyakan, muncul dugaan adanya kongkalikong internal yang memungkinkan alat berat keluar dari pengawasan.
Nama Kasat Reskrim kemudian dicatut dalam berbagai pemberitaan. Lutfi dituding mengetahui serta membiarkan ekskavator dilepas.
Tuduhan itu menurutnya tidak hanya janggal, tetapi juga sarat ketidakakuratan. Pihaknya menyebut tuduhan semacam itu sengaja dibangun untuk membentuk citra buruk tanpa pernah menghadirkan data faktual.
Kasat Reskrim menjelaskan bahwa dirinya telah meminta media yang mempublikasikan berita miring agar datang langsung ke Markas Polres Minahasa Tenggara.
Tujuannya agar wartawan memperoleh kesempatan mendengar klarifikasi resmi dan menyalurkan hak jawab sesuai prosedur. Permintaan tersebut tidak pernah dipenuhi.
“Saya sudah meminta pihak media datang untuk membuat hak jawab. Namun permintaan diabaikan. Lebih parah, muncul pemberitaan baru yang menuduh saya hendak menyuap wartawan. Tuduhan seperti itu jelas tidak berdasar dan memutarbalikkan fakta,” ujar Lutfi.
Sebagai perwira polisi, Lutfi mengakui peran pers sangat vital dalam mengawasi jalannya pemerintahan maupun kinerja aparat penegak hukum.
Akan tetapi, menurutnya, fungsi kontrol publik harus dijalankan sesuai prinsip jurnalisme yang taat kode etik.
Berita mengenai seseorang yang memegang jabatan publik seharusnya memuat konfirmasi dari pihak yang dituduh, agar masyarakat menerima informasi berimbang, bukan sekadar opini sepihak.
“Pemberitaan harus mengedepankan prinsip cover both sides. Tanpa konfirmasi, berita berubah menjadi hoaks. Oleh karena itu saya akan menempuh jalur hukum terhadap oknum wartawan yang membuat tuduhan,” tegasnya.
Pernyataan Lutfi membuka kemungkinan adanya sengketa pers yang berlanjut ke ranah hukum.
Jika langkah tersebut ditempuh, perkara ini tidak berhenti sebagai wacana publik, melainkan berlanjut menjadi proses pembuktian di pengadilan.
Situasi demikian akan menempatkan seorang perwira polisi berhadapan dengan wartawan, dua profesi yang seharusnya berjalan berdampingan menjaga kepentingan publik.
Sejumlah pakar komunikasi publik menilai sengketa dapat dihindari apabila media menjalankan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya pasal mengenai hak jawab.
Di sisi lain, aparat penegak hukum memiliki kewajiban menjaga transparansi dalam setiap langkah penindakan agar tidak menimbulkan ruang spekulasi.
Polemik pemberitaan menambah sorotan terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin di Minahasa Tenggara.
Daerah tersebut sejak lama dikenal rawan praktik tambang ilegal yang melibatkan banyak kepentingan. Kasus hilangnya ekskavator mempertegas bahwa penegakan hukum pada sektor pertambangan masih rentan diganggu oleh spekulasi maupun opini liar.
Kini perhatian masyarakat tertuju pada langkah Polres Minahasa Tenggara sekaligus sikap Dewan Pers.
Apabila mediasi ditempuh, sengketa dapat diselesaikan secara etis. Namun bila jalur hukum menjadi pilihan, publik akan menyaksikan pertarungan argumentasi antara aparat penegak hukum dengan kalangan media.
Situasi ini memberi pelajaran berharga bahwa kebenaran informasi sangat menentukan arah opini publik.
Tanpa keberimbangan, berita berubah menjadi senjata yang menjerumuskan.
Sebaliknya, dengan klarifikasi yang diakui semua pihak, media justru memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kerja aparat hukum maupun dunia pers.
(YB)