LSM-AMTI Berharap Kapolda Sulut Tuntaskan Mafia Tanah: “Jangan Biarkan Rakyat Kecil Terlindas!”

Tommy Turangan: "Penegakan Hukum Jangan Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas".


IDNEWS.CO, MANADO,- Dukungan Masyarakat terhadap upaya Penegakan Hukum di Sulawesi Utara kian menguat. Warga berharap Aparat Kepolisian dapat menjalankan tugasnya dengan Profesional, berpihak pada kebenaran, dan melindungi Hak-Hak Rakyat Kecil tanpa pandang bulu.


Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI), kembali menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi Penegakan Hukum di Sulawesi Utara yang dinilai belum menunjukkan progres signifikan, khususnya dalam pemberantasan Mafia Tanah yang semakin menggurita di Daerah ini.


Ketua Umum DPP LSM-AMTI, Tommy Turangan, SH, menegaskan bahwa kehadiran aparat penegak hukum seharusnya menjadi benteng terakhir masyarakat dalam mencari keadilan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak kasus yang belum tersentuh, bahkan cenderung diabaikan.


"Masyarakat Sulawesi Utara sebenarnya bangga karena institusi kepolisian kini dipimpin oleh putra daerah, Irjen Pol Roycke Harry Langie. Tapi kebanggaan itu akan lebih bermakna jika dibarengi dengan tindakan nyata, terutama dalam memberantas mafia tanah yang telah menindas rakyat kecil," tegas Turangan, kepada awak media, Rabu (22/10/25).


Menurut Turangan, maraknya praktik mafia tanah di Sulawesi Utara bukan hanya merampas hak rakyat, melainkan juga mencoreng marwah hukum. Banyak warga yang kehilangan lahan warisan dan tanah milik pribadi akibat ulah oknum-oknum yang memiliki jaringan kuat serta diduga mendapat “perlindungan” dari pihak-pihak tertentu.


"Banyak rakyat kecil kehilangan tanahnya. Mereka diintimidasi, disingkirkan, bahkan dipaksa menyerahkan tanah yang menjadi sumber penghidupan keluarga. Ironisnya, sebagian besar kasus itu mandek di meja penyidik," ungkapnya dengan nada prihatin.


Turangan menilai, lemahnya penegakan hukum terhadap mafia tanah menunjukkan adanya persoalan serius dalam komitmen pemberantasan kejahatan agraria di Sulawesi Utara.


Ia mendesak Polda Sulut agar segera mengambil langkah konkret dengan membentuk satuan tugas khusus (Satgas) pemberantasan mafia tanah, melibatkan unsur Kejaksaan, BPN, dan pengawasan publik secara terbuka.


"Polda Sulut harus menunjukkan taringnya. Jangan biarkan rakyat kecil tertindas, Jika aparat hukum tegas, maka rakyat akan kembali percaya pada institusi kepolisian," tambah Turangan.


Dalam konteks lebih luas, kasus-kasus sengketa tanah yang terus berulang telah memicu keresahan sosial dan memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.


LSM-AMTI menilai bahwa jika dibiarkan berlarut-larut, praktik mafia tanah dapat menghambat investasi, merusak tatanan pemerintahan yang bersih, serta memperdalam ketimpangan sosial di Sulawesi Utara.


Sementara jelas sekali kata Turangan dalam konteks hukum nasional, tindakan mafia tanah dikategorikan sebagai tindak pidana pertanahan sesuai Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjual, menukar, atau menggadaikan tanah milik orang lain dapat dipidana penjara paling lama empat tahun.


Selain itu, lanjut Turangan sebagaimana pada Pasal 263 KUHP mengatur pidana bagi pihak yang memalsukan akta atau surat tanah dengan ancaman penjara hingga enam tahun. Sementara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menegaskan bahwa setiap hak atas tanah memiliki kepastian hukum serta tidak dapat diambil secara sewenang-wenang tanpa dasar hukum sah.


Turangan juga mengingatkan agar pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap penderitaan masyarakat kecil yang tanahnya dirampas secara tidak sah.


"Sudah seharusnya pemerintah daerah turun tangan, jangan menunggu publik marah. Tanah adalah hak dasar rakyat, bukan komoditas yang bisa diperdagangkan oleh para spekulan," ujarnya menutup pernyataan.


LSM-AMTI berjanji akan terus mengawal isu ini dan siap melaporkan setiap temuan indikasi pelanggaran hukum kepada aparat penegak hukum pusat bila tidak ada langkah nyata di daerah.


(Yudi barik)








 

 


Lebih baru Lebih lama