"Kapolresta & Disperkim Manado Buktikan Cinta Negeri Lewat Aksi Sosial Nyata".
![]() |
Saat penyerahan berlangsung, (foto istimewa) |
IDNEWS.CO, MANADO,- Di tengah gegap gempita perayaan Hari Bhayangkara ke-79 yang menggema di seluruh penjuru Tanah Air, sebuah kisah menyentuh hati justru tumbuh secara senyap di lorong-lorong sempit Kelurahan Malalayang 2, Kota Manado.
Bukan dalam balutan seremonial yang megah, melainkan dalam wujud konkret: rumah layak huni dan air bersih yang selama ini hanya menjadi angan.
Pada Rabu pagi, (2/6/25), saat langit Manado baru merekah, jajaran Polresta Manado bersama Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) turun langsung menyusuri gang-gang padat penduduk.
Mereka hadir bukan sekadar membawa bantuan sosial, melainkan mewujudkan sebuah perubahan mendasar yang telah lama didamba oleh warga.
Dalam kegiatan kolaboratif lintas institusi ini, hadir langsung Kepala Disperkim Kota Manado, Peter Alexander Eman, ST., MT., yang mendampingi Kapolresta Manado, Kombes Pol Julianto P. Sirait, SIK., MH. Turut serta pula Camat Malalayang, Yusuf Kopitoy, beserta jajaran pemerintah kecamatan dan tim teknis dari kedua lembaga.
Sinergi yang dibangun tak berhenti pada level simbolis, tetapi benar-benar menjelma dalam aksi nyata di lapangan.
“Kegiatan ini adalah bentuk nyata kolaborasi kami dengan Polresta Manado dalam upaya menghadirkan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat. Rumah yang kokoh dan akses air bersih bukanlah bentuk kemewahan, melainkan hak dasar setiap warga negara. Dan hari ini, kami hadir untuk memenuhi hak itu,” ujar Peter Eman dengan suara bergetar, menyaksikan langsung wajah-wajah penuh haru dari para penerima manfaat.
Program bedah rumah dan penyediaan fasilitas air bersih di Malalayang 2 menjadi secercah terang di tengah himpitan hidup yang selama ini membekap warga di kawasan tersebut.
Bagi banyak keluarga, terutama kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak, bantuan tersebut merupakan jawaban konkret atas doa-doa yang terucap dalam kesunyian, di antara dinding-dinding rapuh dan sumur-sumur yang lama mengering.
Salah satu penerima bantuan, Ibu Maria—seorang janda lansia yang merawat dua cucunya seorang diri—tak mampu menyembunyikan tangis harunya.
Rumahnya yang sebelumnya reyot dan nyaris roboh, kini berdiri kokoh dengan lantai semen rapi dan atap yang tak lagi bocor. Air bersih mengalir dari keran di sudut dapur, sebuah pemandangan yang tak pernah ia bayangkan akan menjadi nyata.
“Ini seperti mimpi yang tidak pernah saya duga akan jadi kenyataan. Saya tidak tahu harus bilang apa terima kasih, terima kasih banyak,” tutur Ibu Maria lirih, sembari menggenggam erat tangan salah satu petugas yang ikut membantunya.
Sementara itu, Kapolresta Manado, Kombes Pol Julianto P. Sirait, menegaskan bahwa kegiatan sosial seperti ini merupakan bentuk nyata orientasi baru Polri dalam memperingati Hari Bhayangkara—yang tak lagi berfokus pada seremonial formal, melainkan pada kerja konkret yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
“Kami ingin agar masyarakat merasakan secara langsung kehadiran Polri bukan hanya dalam konteks penegakan hukum, tetapi juga dalam kerja-kerja sosial dan kemanusiaan. Lewat kolaborasi seperti ini, kami berupaya membangun kepercayaan dan kedekatan dengan masyarakat yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.
Program ini juga mendapat sambutan positif dari masyarakat setempat yang merasa bahwa kolaborasi antara kepolisian dan pemerintah daerah bukanlah sesuatu yang normatif, melainkan menjadi harapan baru bagi warga akar rumput.
Gotong royong yang terjalin di Malalayang 2 membuktikan bahwa kepedulian bukan hanya retorika, melainkan bisa menjadi kebijakan terstruktur yang menjangkau langsung dapur rakyat.
Peristiwa yang terjadi di Malalayang 2 hari itu menjadi lebih dari sekadar agenda memperingati ulang tahun Polri.
Ia menjadi simbol harapan yang tak hanya dibisikkan, tetapi diperjuangkan dan diwujudkan secara kolektif. Bukan tentang sekadar memberi, tapi tentang mendampingi; bukan tentang membangun citra, melainkan membangun masa depan.
Hari Bhayangkara ke-79 di Manado akhirnya mencatatkan satu bab penting, bahwa cinta pada negeri tak selalu harus diwujudkan dalam upacara megah.
Kadang, ia hadir dalam bentuk rumah kecil yang kokoh, air bersih yang mengalir, dan senyum haru dari seorang nenek yang merasa bahwa negara benar-benar hadir di depan pintu rumahnya.
(Yudi barik)