Konflik Kewenangan di WPR Tobongon, Dugaan Intimidasi Oknum Denpom Terhadap Penambang Rakyat Kembali Di Sorot

"Ketua APRI Boltim Tegaskan Intimidatif Oknum Aparat di WPR Tobongon Langgar Prinsip Penegakan Hukum".

Suasana saat berada di tambang, (foto istimewa)

IDNEWS.CO, BOLAANG MONGONDOW TIMUR,- Situasi ketenangan dan Stabilitas Sosial yang selama bertahun-tahun terjaga di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Tobongon, Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, mendadak terguncang akibat munculnya laporan dugaan intimidasi terhadap penambang lokal oleh individu yang diduga berasal dari Detasemen Polisi Militer (Denpom) XIII/1-4 Bolmong.


Sejumlah penambang rakyat yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas pertambangan di kawasan Tobongon mengaku kepada Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Boltim bahwa mereka mengalami tindakan penghalangan aktivitas secara paksa oleh orang-orang berseragam militer, yang mengatasnamakan diri sebagai anggota Denpom XIII/1-4 Bolmong.


Para penambang tersebut mengungkapkan bahwa oknum aparat tersebut datang secara mendadak ke area pertambangan tanpa menyertakan surat perintah resmi dan langsung meminta seluruh aktivitas penambangan dihentikan, tanpa memberikan alasan yang jelas serta tidak menunjukkan dasar hukum apapun yang dapat dijadikan landasan tindakan mereka di lapangan.


Ketua APRI Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Hendra Abarang, S.H., membenarkan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah keluhan dari para penambang terkait kejadian tersebut dan saat ini tengah melakukan verifikasi serta penelusuran secara mendalam untuk memastikan kebenaran fakta di lapangan.


Menurutnya, informasi yang diterima oleh APRI mengarah pada dugaan kuat bahwa tindakan intimidasi tersebut tidak memiliki legalitas formal, lantaran tidak ada Surat Perintah (SPRINT) resmi yang dikeluarkan institusi militer terkait penugasan pengamanan atau penindakan hukum di wilayah pertambangan rakyat Tobongon.


“Kami di APRI Boltim merasa perlu segera mengambil langkah cepat dan tegas dengan melakukan koordinasi langsung kepada Kepala Detasemen Polisi Militer XIII/1-4 Bolmong, guna mendapatkan kejelasan mengenai status, wewenang, serta legalitas kehadiran individu yang mengaku sebagai anggota Denpom di lokasi tambang rakyat. Langkah ini diambil untuk memastikan agar tidak terjadi penyalahgunaan atribut maupun kewenangan institusi militer oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, karena tindakan semacam itu berpotensi besar memicu keresahan di tengah masyarakat penambang,” tegas Hendra Abarang saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (1 Agustus 2025).


Hendra Abarang juga menyoroti bahwa tindakan intimidasi yang tidak memiliki dasar hukum kuat dapat menimbulkan eskalasi ketegangan sosial di kalangan masyarakat Tobongon, terutama bagi para penambang yang selama ini menggantungkan penghidupan keluarga mereka pada aktivitas pertambangan rakyat yang telah diakui legalitasnya oleh pemerintah daerah.


Ia menekankan bahwa apabila memang terdapat pelanggaran hukum atau regulasi yang dilakukan oleh para penambang, maka penegakan hukum harus dilakukan secara terbuka, transparan, dan melalui prosedur resmi yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.


“APRI Boltim tidak akan mentolerir segala bentuk tindakan intimidatif yang dilakukan tanpa dasar hukum yang sah. Jika memang ada pelanggaran di lapangan, maka penindakannya harus melalui proses hukum yang benar. Namun, apabila tindakan tersebut hanyalah intimidasi sewenang-wenang yang tidak memiliki landasan hukum, maka kami siap membawa kasus ini ke jalur hukum agar masyarakat penambang rakyat tidak lagi bekerja dalam bayang-bayang ketakutan di wilayah yang secara hukum telah ditetapkan sebagai area pertambangan rakyat,” imbuhnya.


Di sisi lain, klarifikasi resmi datang dari pihak Denpom XIII/1-4 Bolmong yang diwakili oleh Pembantu Letnan Dua (Pelda) Syahrudin. Dalam penjelasannya, Syahrudin menegaskan bahwa hingga saat ini institusinya tidak pernah mengeluarkan Surat Perintah (SPRINT) atau penugasan khusus kepada anggota Denpom untuk melakukan aktivitas pengamanan maupun penindakan hukum di area pertambangan rakyat Tobongon.


Dirinya juga menegaskan bahwa keberadaan anggota Polisi Militer di wilayah Bolaang Mongondow Raya, termasuk Boltim, hanyalah dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi umum Denpom yang mencakup pemeliharaan keamanan, ketertiban, serta penegakan disiplin di lingkungan TNI.


“Detasemen Polisi Militer XIII/1-4 Bolmong tidak pernah menginstruksikan operasi khusus apapun yang berkaitan dengan pengamanan aktivitas pertambangan di wilayah Tobongon. Apabila ada individu yang mengaku sebagai anggota Denpom dan melakukan tindakan intimidasi terhadap masyarakat penambang tanpa dilengkapi surat perintah resmi, maka tindakan tersebut berada di luar tanggung jawab institusi kami dan akan kami telusuri lebih lanjut,” tegas Pelda Syahrudin.


Syahrudin juga menambahkan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan dari APRI Boltim secara serius, guna memastikan tidak ada anggota Denpom yang menyalahgunakan atribut atau kewenangan institusional di luar prosedur yang sah.


Menurutnya, kejadian semacam ini harus segera diluruskan agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap citra institusi serta meminimalisir potensi konflik horizontal antara aparat dan masyarakat di wilayah pertambangan rakyat Tobongon.


Kisruh soal kehadiran oknum berseragam yang diduga mengintimidasi penambang rakyat di kawasan Tobongon semakin menambah panjang daftar polemik penegakan hukum dan kewenangan di sektor pertambangan rakyat di Sulawesi Utara.


Persoalan tumpang tindih kewenangan, minimnya sosialisasi regulasi kepada masyarakat penambang, serta maraknya penyalahgunaan wewenang oleh oknum tertentu menjadi problem klasik yang tak kunjung terselesaikan secara tuntas hingga saat ini.


APRI Boltim berharap agar pemerintah daerah, TNI-Polri, serta seluruh pemangku kepentingan terkait, segera mengambil langkah strategis untuk duduk bersama mencari solusi konkret atas permasalahan tersebut, demi memastikan aktivitas ekonomi masyarakat penambang dapat berjalan dengan aman, tertib, serta sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.


“Kami mendesak agar kasus ini segera diusut secara tuntas, karena perlindungan terhadap masyarakat penambang rakyat bukan hanya menjadi tanggung jawab APRI, melainkan juga tanggung jawab moral seluruh pemangku kepentingan yang berkepentingan atas ketertiban wilayah pertambangan rakyat di Bolaang Mongondow Timur,” pungkas Hendra Abarang.


Hingga saat sekarang, APRI Boltim terus melakukan pengumpulan data dan bukti di lapangan, sebagai langkah persiapan apabila diperlukan untuk menempuh upaya hukum lanjutan guna memastikan bahwa setiap warga negara, khususnya penambang rakyat, mendapatkan perlindungan yang adil di mata hukum.


(YB)




Lebih baru Lebih lama